loading...

Saturday 7 July 2018

TGB Soal Jokowi 2 Periode

Oleh : Ahmad Fahrizal Aziz
(Ketua Paguyuban Srengenge)

Menulis soal politik memang sungguh menggoda. Padahal saya sudah siapkan dua tulisan tentang lingkungan, gegara ada statement TGB yang viral, tergoda lagi untuk nulis soal isu politik. Isu lingkungan ditunda dulu.

Bagi saya, TGB dan Gatot Nurmantyo adalah kunci elektoral Pilpres 2019 nanti. Sebab Jusuf Kalla sudah tidak bisa maju sebagai Cawapres, dan Mahfud MD rasa-rasanya juga tidak akan bersedia dicalonkan, mendampingi siapapun.

Konon, dari isu yang beredar, TGB sangat dilirik oleh Prabowo. Sebab betapa mantapnya, jika Prabowo yang berlatar militer, berpasangan dengan TGB yang berlatar sipil dan kepala daerah.

Hanya tidak mudah bagi Prabowo, jika harus melewati PAN dan PKS. Apalagi PAN punya catatan positif dalam pilkada 2018 ini.

Karena selintas ada nama lain diluar koalisi PAN dan PKS, konon karena itulah Pak Amien Rais sedikit geram, dan menyatakan siap Nyapres lagi. Ada deklarasi yang mendukung kembali Amien Rais maju sebagai calon Presiden.

Padahal mana mungkin? Sebab PAN sedang getol-getolnya memprofilkan Dzulkifli Hasan. Karena itu ada yang berpendapat jika majunya Pak Amien Rais hanya gertakan untuk Prabowo, yang mulai melirik orang diluar koalisi besar.

Tetapi entah itu benar atau tidak, namanya juga isu politik yang serba simpang siur.

Lalu bagaimana dengan statement TGB soal Jokowi dua periode?

Sebenarnya fair saja, kata TGB ketika diwawancara Alfito di CNN Indonesia. TGB sendiri berujar, untuk lingkup NTB yang 5,1 Juta penduduk, ia butuh dua periode. Maka dalam konteks yang sama, Pemerintah pusat juga demikian. Fair saja.

Tidak hanya TGB yang pernah berujar demikian, Gatot Nurmantyo juga, bahkan ketika masih mejabat panglima TNI. Melihat pembangunan infrastruktur saat ini, maka pentingnya kepemimpinan dua periode. Begitu kata Gatot dulu.

Apalagi, dua periode adalah batas maksimal memimpin di Indonesia. Tidak seperti Malaysia, yang mana Mahatir bisa terpilih lagi jadi perdana menteri, tidak ada batasan.

Jadi statement TGB, dan juga Gatot dahulu, bukan bentuk dukungan. Hanya bicara sebaiknya. Jangan baper, juga jangan senang terlebih dahulu.

Jokowi pun juga cukup kesulitan jika harus menggandeng TGB. Harus melewati partai-partai pendukung, terutama PDIP dan Golkar. Ada Airlangga Hartanto, yang jadi kandidat kuat cawapres.

Jangan pula mereduksi figur TGB hanya karena statement semacam itu. TGB, sosok yang komplit ; agamawan disatu sisi, alumnus Al Azhar Mesir, dan mau terjun ke politik, mengurus rakyat dan daerahnya.

Anda hitung berapa banyak Ulama yang mau terjun langsung seperti TGB. Lebih banyak yang menikmati berceramah dari mimbar ke mimbar, punya jamaah dan pengikut, juga dibayar mahal.

Yang mau terjun langsung, mengelola birokrasi, menyelesaikan persoalan publik yang lebih kompleks, begitu sedikit jumlahnya.

Sebab bagaimanapun, TGB adalah salah satu kunci elektoral. Kemana beliau akan bersikap, maka "angin politik" juga akan ikut terpengaruh.

Dan kita perlu memahami juga, ada satu kesamaan antara TGB dan Jokowi, soal kebijakan infrastruktur. Ibarat gayung bersambut. NTB yang dulu tak begitu dikenal, kini begitu populer. Terutama pariwisatanya, bahkan menyaingi Bali. Salah satu penyokongnya adalah infrastruktur.

Hotel terbaik di dunia juga ada di NTB. Mungkin yang lainnya akan menyusul. TGB adalah tokoh yang usianya kini masih cukup muda, dan Insyallah masih ada 10 atau 15 tahun berikutnya untuk Tuan Guru ini memimpin Indonesia. []

Blitar, 7 Juli 2018
Lingkar Studi Sejarah Politik Indonesia

0 comments:

Post a Comment