loading...

Wednesday 11 November 2015

Tentang






Sekilas tentang Paguyuban Srengenge

Awal tahun 2014, karena seringnya intensitas kami berdiskusi, maka ada fikiran untuk membuat wadah. Tentu bukan wadah secara formal, hanya secara kultural. Kala itu, saya dan Yusuf Hamdani Abdi, Ketua PC IMM Malang yang sudah purna kepengurusan, dan juga beberapa kader lain seperti M. Fajrin DKK, Ihsan Fathi, Luthfi Al Fajari, Ali Rasyiadi dll sering mengadakan diskusi, baik di warkop, komisariat, atau taman sigha Merjosari.

Mungkin sedikit iseng, terceletuklah beberapa usulan untuk menamai pertemuan itu, salah satunya yang saya usulkan sendiri, adalah Paguyuban Srengenge. Paguyuban biasanya diartikan perkumpulan orang yang memiliki minat/bidang pekerjaan yang sama. Misal, Paguyuban petani, paguyuban pecinta akik, dsj. Karena kami memiliki minat yang sama, yaitu membaca dan diskusi, maka tepat kiranya menggunakan nama Paguyuban.

Sementara nama Srengenge, hanya mengambil persamaan dari kata Matahari/Mentari yang menjadi simbol Muhammadiyah. Karena bagaimanapun, kami semua adalah kader dan pengurus IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah), yang spirit utamanya juga lahir dari Pergerakan Muhammadiyah. Singkat kata, kami lalu berfikir apa persamaan matahari, selain mentari dan surya. Beberapa usul lain, yang memang masih sedikit berkaitan, adalah fajar dan senja. Hingga tercetuslah kata Srengenge.

Nama Srengenge dianggap unik, karena bahasa jawa. Meskipun nama dengan arti serupa (atau hampir serupa berdasar tesaurus) juga sudah banyak digunakan oleh komisariat. Sebut saja Raushan, Aufklarung, Anglo Saxon, Renaissance, Tamadun, Skolastik, dll.

Srengenge dipilih, selain karena diambil dari bahasa jawa, nama itu pun juga kadang familiar sekaligus asing untuk menamai sebuah perkumpulan. Mungkin dari segi bahasa, srengenge memiliki dimensi yang lebih dalam ketimbang misalkan, Matahari atau Mentari. Tapi intinya, sebagaimana Raushan, Aufklarung, dll kata srengenge memiliki semangat yang hampir sama. Semangat pencerahan dan mencerahkan.

Harapannya, apa yang didiskusikan dalam paguyuban mampu memberikan pencerahan, terutama bagi yang berada dalam paguyuban tersebut. Belum berani membuat ekspektasi yang terlalu tinggi, mengingat itu hanya sekedar perkumpulan biasa, yang tetap kumpul meski ada atau tidak adanya nama.

Setelah nama Paguyuban Srengenge disepakati, kemudian Yusuf Hamdani Abdi pun mendesain lambangnya agar lebih menarik. Setelah lambang di sketch secara manual, baru kemudian di desain melalui corel draw oleh Achmad Fuad Hasyim, kader IMM yang juga ketua Korkom IMM UIN Malang (sekarang Kabid Organisasi PC IMM Malang). Jadi, lambang Paguyuban Srengenge yang sekarang adalah kombinasi dari ide filosofis Yusuf Hamdani dan keahlian Teknikal dari Fuad Hasyim.

Namun setelah tugas studi beberapa penggerak Paguyuban selesai, dan masing-masing kembali ke Kampung Halaman, maka Paguyuban Srengenge pun juga vacum, khususnya di dunia nyata. Meski ternyata begitu berkibar di dunia maya, terutama Youtube, dengan video uploaded dari Tadarus Pemikiran JIMM. Bahkan sampai punya 100 lebih subcriber. Beberapa orang juga sempat mempertanyakan lokasi dan kegiatan paguyuban Srengenge, padahal sudah sejak lama vacum dan mungkin tidak diteruskan lagi.

Di Blitar

Pasca lebaran 2015, kemudian saya bertemu dengan Kang Khabib M. Ajiwidodo dan Kang Satria (Atim) Jaya Purnama. Keduanya adalah inisiator berdirinya IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) Cabang Blitar. Pertemuan tersebut berlangsung begitu reflektif, kendati baru pertama kali. Setelah pertemuan pertama, kemudian ada pertemuan kedua dan selanjutnya, dengan konsep yang berbeda. Kadang pertemuan sembari berdiskusi dengan teman-teman IMM, kadang pula hanya di warung kopi.

Sempat membuat beberapa project bersama, seperti tadabur pemikiran, Soekarno Islamic Studies, dll. Project –project tersebut sebenarnya tidak lain sebaga lokomotif tambahan untuk IMM, terutama di bidang Keilmuan, mengingat saya, Khabib, dan Atim sendiri sudah tidak mungkin duduk di struktural. Sudah out of date.

Namun karena semangat yang menggebu dari dua senior ini, yang tetap ingin berkontribusi pada IMM khususnya, dan Muhammadiyah secara umum meski dari luar struktur, membuat saya pun juga turut serta. Finalnya pada 14 November 2015, kami bertemu di kedatel Telkom Blitar. Sambil menikmati tiga gelas susu putih dan sepiring gorengan, kami pun ingin membuat wadah yang menamai setiap agenda diskusi kami.

Ada beberapa nama yang tercetus, sampai kemudian deadlock karena tidak ada yang memuaskan hasrat masing-masing. Baru kemudian saya ingat nama Paguyuban Srengenge, yang mungkin sudah bias dalam ingatan banyak orang. Maka saya mengusulkan nama itu digunakan kembali. Kami bertiga pun sepakat. Saya kemudian menghubungi Yusuf dkk untuk menggunakan kembali nama Paguyuban Srengenge, beserta lambang yang pernah ia gagas. Dan Yusuf pun memperbolehkan dengan senang hati.

Akhirnya, Paguyuban Srengenge pun aktif kembali dengan kemasan yang berbeda, di lokasi yang berbeda. Secara deklaratif, ada tambahan Blitar-nya. Selain melanjutkan tradisi diskusi, Paguyuban Srengenge Blitar (PSB) juga melakukan publikasi. Melalui blog dan youtube. Ada blog utama, ada blog Jurnal Srengenge. Sementara Channel Youtubenya tetap bernama “Paguyuban Srengenge” yang kedepan akan diisi dengan video-video baru, terutama dari internal. Termasuk yang berbentuk audio (agar lebih hemat kuota).

Sekarang, Paguyuban Srengenge secara definitif berada di Blitar. Saya, Kang Khabib, Kang Atim, dan Karas Candra G (salah satu kader IMM Blitar) menjadi Presidium. Meski istilah ‘Presidium’ sendiri tidak pernah digunakan sebelumnya. Saya ditunjuk sebagai ketua, meski sebenarnya inisiator sekaligus fasilitator terbesar adalah Kang Khabib dan Kang Atim, bahkan sekretariat Paguyuban (dan beberapa kegiatan) berada di rumah Kang Khabib. Dua senior ini memang memiliki api Intelektualisme yang menyala nyala.

Di Bulan Ramadan ini, kegiatan mingguan diantaranya, Kajian tafsir salman yang secara bergilir disampaikan oleh masing-masing Presidium. Kajian ini pada intinya sama dengan tadarus rutin di Masjid/Musholla. Bedanya, kita sekaligus membaca arti dan mempelajari tafsirnya. Targetnya bukan khatam Qur’an, melainkan sedikit menggali pemahaman dari Al Qur’an yang multidimensional tersebut.

Diskusi lintas topik, sesekali juga kami lakukan. Kadang hanya perbincangan basa basi yang tak terjadwal rutin, kadang juga silaturahim ke rumah tokoh-tokoh, berbincang tentang peristiwa yang tengah terjadi, atau memperbincangkan sebuah gagasan. Perbincangan perbincangan tersebut banyak memberikan input positif dalam pikiran kami.

Semoga kehadiran Paguyuban Srengenge memberikan manfaat. Karena Khairunnas Anfauhum Linnas. (*)

Blitar, 31 Mei 2016
A Fahrizal Aziz, 
si-fahri.blogspot.com

0 comments:

Post a Comment